“Semangat
tandingnya, xxxxxxx”
Begitu,
isi pesan singkat darimu.
Masih
selalu ingat, 9 Mei 2012.
Senang,
pada awalnya.
Aneh,
pada akhirnya.
Bukan.
Bukan
aku.
Bukan
aku yg dia maksud.
SMS
masuk ke inbox HP-ku tapi sepertinya bukan ditujukan ke inbox HP-ku.
Pikirku,
“ya, ini yg namanya salah kirim”
Siapa
dia?
Sepertinya
dia orang yg sedang melakukan kegiatan sama denganku.
Sempat
menerka beberapa nama.
Apa
perlu menyalahkan jari-jari yang salah saat mengetik SMS?
Tidak,
sepertinya.
Ejaan
keypad hapemu, aku tau.
Berjenis
qwerty.
Namaku
dan namanya jelas tidak berdekatan di keypad hapemu.
Ah,
buat apa aku tahu.
Tidak
ada alasan buatku untuk mengatahui urusanmu karena itu urusanmu dan dia.
Aku
sudah bilang, mundur.
Berarti
ke-9, yah benar dia perempuan ke-9 di daftar ingatanku.
Cukup,
jangan tambahkan lagi nama perempuan di daftar ingatanku.
Itu
sangat mengganggu, asal kamu tahu.
Ramainya
suasana pertandingan menyapu pikiran tentangmu.
Bergegas
aku masukkan HP ke saku kecil tasku.
Anggap
saja tadi hanya iklan.
Energiku
untuk melanjutkan pertandingan, bukan untuk memikirkan yg lain.
Basket,
itu fokusku sekarang.
Pertandingan
final dimulai tapi lagi-lagi pikiran ini tidak fokus.
Ah,
tolong katakan pada bola, “Bola, mari bersahabat”.
Ini
bola timku, jangan biarkan lawan merebutnya.
Drible, mengumpan, menerima, shoot bola, lay-up di
bawah terik matahari itu rasanya sangat melelahkan.
Sesekali
peluh bercucuran dari balik angka 9 bagian belakang kaos merah hitamku.
Lelah
tapi aku menyukainya.
Itu
bisa sedikit meluapkan.
Itulah
kenapa aku suka.
Belajar
melawan rintangan di arah manapun.
Lihat,
aku bisa, aku tidak kalah dengan perasaan takut.
Peluit
berbunyi tanda pertandingan berakhir,.
Pertandingan
basketnya saja yang berakhir.
Ah,
sayang pertandingan “lain”ku masih terus bermain.
9
poin dariku diakumulasi dengan poin kawan-kawanku ternyata menghasilkan poin
yang lebih banyak dari lawan.
Point
timku lebih unggul dari lawan.
Ini
yang dinamakan menang.
Iya,
menang.
Usaha
keras itu tak akan mengkhianati, itu kalimat dalam lagu sebuah girlband.
Pendukung
timku bersorak, bangga, haru.
Serasa
diiringi lagu queen, “we are the the champion”.
Ku
amati satu persatu kursi penonton.
Tapi
aku tidak mendapati kamu di sana.
Kenapa
pikiran ini mengarah kesana lagi.
Moment-moment
berangkulan dengan tim kawan, bersalaman dengan tim lawan dan wasit pun aku
lupa.
Mulai
tersadar oleh gadis berambut panjang bersama ibu separuh baya yang tiba-tiba
ada di hadapanku untuk menyalamiku.
Gadis
itu memiliki tatapan kosong.
Sempat
kuduga dia tidak bisa melihat.
Tapi
aku tidak boleh menduga sejauh itu.
Dan
dugaanku benar, dia buta.
Tapi
aku mencoba bersikap biasa.
Perkenalan
pun dilakukan.
Namanya
Unik, seunik orangnya yang selalu menatap masa depan dengan terang dibalik
penglihatannya yang gelap.
Itu
karakter yang aku dapat setelah mendengar cerita-ceritanya.
Obrolan
singkat tapi berarti.
Masih
tertegun dengan ucapan-ucapan gadis tadi.
Huruf-huruf
A-Z bertumbukan di pikiran ini.
Sejenak
amnesia, lupa menyusun kata-kata.
Berlalunya
gadis dan ibunya pun aku tidak sadar.
Tuhan,
gadis ini seperti surat dari-Mu.
Pantulan
cahaya yang masuk ke mataku membutaku bisa melihat dengan jelas, terang, tetapi
kenapa aku selalu melihat sisi gelapnya saja, membuat terang menjadi gelap,
membuat gelap menjadi semakin gelap.
Terimakasih,
Tuhan.
Aku
harus memenangkan pertandingan “lain” yang sebenarnya.
Soraki
aku dengan kata-kata penyemangat.
9-1
huruf saja, ”SEMANGAT”
Aku
butuh kalian.
0 comments:
Post a Comment