“Putra, sepertinya kita putus saja”
“Tapi Fina,,,,, ko tiba-tiba?”
“Kamu kenapa sih, hubungan kita bukannya baik-baik saja?”
“Sudah, putra, tolong jauhi aku.”
“shel, sheilaaa, knapa jd serius bgt nonton sinetronnya
sih?” teriak kanza.
“ohh hhaha iya iya, gregetan bgt liat sinetronnya, knapa
hubungannya jd nggantung kaya gitu. Aku tahu mereka masih punya perasaan satu
sama lain, tp knapa harus berpisah sepihak gitu.” kata sheila ngotot.
“ya udahlah, mereka mungkin belum siap satu sama lain, jodoh
ngga akan kemana ko.” jawab kanza
“iya sih”. Dengan nada masih ngga rela, sheila hanya bisa
meng-iya-kan.
“udah ah, aku mau tidur duluan, ngantuk berat”. kanza
menutup pembicaraan.
Tidak disuruhpun, cerita sinetron tadi masih melekat dalam
ingatan.
Oh tidak, sepertinya sinetron tadi merambatkan partikel-partikel formalin ke otak.
Awet, di ingatan.
"Rivan, kamu tidak mengerti karena tidak merasakan. Aku
tidak mau semua ini makin bercabang. Sudah, Aku pergi saja. "
“tapi apa alasan kamu mengakhiri semua ini, Sheil?”
“alasan? semua ucapan aku selama ini nampaknya tidak sampai
diolah ke otak. Ucapanku seperti keluar
dr lintasan yg seharusnya, hanya masuk telinga dan keluar begitu saja.”
“oke sheila, maaf”
“bersama untuk saling melengkapi itu nampaknya indah. Tapi
nampaknya kalimat itu belum cocok untuk kita. Bersama untuk menyakiti salah
satu, sakit, kalau kau mau tau.”
Itu sebagian percakapan akhirku dengan Rivan, malam itu.
Masih selalu ku ingat.
Kalimat yg berat tp malam itu terasa ringan, berasa sesaat
ada di bulan, gravitasi saat itu mendukung drama ini berakhir cepat.
Akumulasi dari kesalahan sepertinya terbayar malam itu.
Tidak ada penyesalan.
Bukan tidak ada, tp tidak pada saat itu.
Aku tidak bisa tidur, amnesia.
Amnesia, lupa cara tidur nyenyak.
Padahal biasanya aku paling tau tidur nyenyak itu seperti
apa.
Segala hal malam ini sepertinya tidak cukup bersahabat.
Ungu berubah jd hitam.
Sapi berubah jd srigala.
Bintang malah menghiasi drama malam ini dgn kerlipnya.
Padahal cocoknya hujan yg turun, seperti drama-drama di tv.
Ah sudahlah.
Habiskan malam ini bersama lagu-lagu Abdul and the coffee
theory, two triple o, Maliq, Depapepe, dan fergie.
Malam-malam berikutnya mungkin akan berat mendengar
lagu-lagu itu.
Aku tahu untuk mencapai kata SATU itu sulit karena memang
kodratnya selalu berpindah-pindah.
Aku tidak mau terlalu lebih dalam mengikuti drama ini.
Drama cintaku mungkin belum berhak tayang.
Penonton pun akan kecewa bila akhirnya menggantung lg
seperti ini.
Bulan apa ini?
Oh, bulan Mei, pertengahan Mei tepatnya.
Berarti besok tahun baru.
Tahun baru di kalenderku.
“Sheillaaaa, kenapa kamu? Tidur ko besuara gelisah gitu? Sampai-sampai aku kebangun."
“hmmmm, iya maaf"
Mimpi, itu mimpi
Tadi benar-benar hanya mimpi
Mimpi.
Iya, mimpi.
Gara-gara sinetron tadi.
Tidak ingin membayangkan semua ini akan pernah terjadi dalam
dramaku sendiri.
Tuhan, semua ini drama dalam drama.
Aku ingin berhenti sementara dari drama genre cinta.
Dramaku tidak ingin dimainkan sekarang.
Nanti saja kalau sudah saatnya tayang.
Engkau sutradara terbaik untuk dramaku.
Aku ingin dramaku tayang nanti.
Drama yang membekas.
Sampai drama ini diakhiri oleh kematian pun akan terus
membekas.